Cost Operational, saya ingat betul ketika sebuah perusahaan startup ritel yang saya bantu pernah mengeluh: “Kita untung besar, tapi kok saldo akhir bulan selalu ngos-ngosan ya?”
Setelah dicek, jawabannya sederhana tapi menyakitkan: cost operational mereka bocor di banyak titik.
Mulai dari langganan software yang dobel (ada tiga akun Canva Pro yang aktif untuk satu tim!), AC kantor nyala 24 jam, stok barang menumpuk tanpa perputaran, hingga pengiriman paket ekspres yang sebenarnya bisa ditunda sehari. Semua itu terlihat kecil, tapi kalau dikumpulkan… jadi beban besar.
Inilah pentingnya memahami apa itu sebenarnya cost operational.
Dalam bahasa sederhana, cost operational adalah seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menjalankan operasional sehari-hari—gaji karyawan, listrik, transportasi, sewa, bahan baku, hingga air minum galonan.
Masalahnya? Banyak perusahaan, terutama yang berkembang cepat, sering terjebak pada pola “yang penting jalan dulu.” Sampai akhirnya, ketika pertumbuhan melambat atau pasar lesu, barulah mereka sadar: efisiensi operasional adalah nyawa bisnis jangka panjang.
Maka dalam artikel ini, saya ingin mengajak kamu—baik admin, supervisor, manajer, atau pelaku UMKM—untuk melihat ulang bagaimana cara kita mengelola cost operational. Dengan pendekatan naratif dan praktis, tentu saja.
Saat Cost Operational Mulai Membengkak Diam-Diam
Komponen Biaya Operasional yang Sering Terlupakan
Bicara tentang cost operational, sering kali yang terlintas hanya “gaji” dan “listrik kantor.” Padahal, biayanya lebih luas dan kompleks, tergantung pada jenis usaha dan struktur organisasi.
Berikut beberapa komponen utama yang wajib dicermati:
1. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Ini adalah biaya yang nilainya stabil tiap bulan, contohnya:
-
Gaji pokok karyawan
-
Sewa kantor atau gudang
-
Tagihan langganan (software, internet, sistem ERP)
-
Biaya keamanan dan kebersihan
Meskipun “tetap”, bukan berarti nggak bisa dioptimalkan. Misalnya, evaluasi apakah kantor fisik benar-benar diperlukan penuh atau bisa hybrid. Atau apakah langganan aplikasi bisa di-unify (banyak kasus dua tim langganan software serupa padahal bisa share akun tim).
2. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya ini fluktuatif tergantung aktivitas:
-
Bahan baku
-
Lembur dan tunjangan tambahan
-
Biaya pengiriman dan logistik
-
Konsumsi kantor (snack, minuman, ATK)
Contoh nyata? Di sebuah perusahaan kreatif, biaya kopi dan snack bisa tembus 7 juta per bulan. Setelah dianalisis, ternyata terlalu banyak belanja impulsif dari divisi-divisi berbeda. Solusi? Disentralisasi pembelian dan set budget limit.
3. Biaya Tak Terduga (Contingency Cost)
Ini sering bikin stres. Mulai dari AC rusak, ban kendaraan dinas bocor, server down, hingga keterlambatan vendor. Walau tak bisa dihindari sepenuhnya, setidaknya bisa disiasati dengan dana cadangan yang dialokasikan dari awal.
Strategi Efektif Menekan Cost Operational Tanpa Bikin Tim Tercekik
Salah satu mitos dalam efisiensi biaya adalah: “Kalau mau hemat, ya potong semua!” Padahal tidak sesederhana itu.
Memotong biaya tanpa strategi justru bisa berdampak buruk—moril tim turun, kualitas layanan jeblok, atau operasional jadi macet.
Berikut beberapa strategi efektif dan manusiawi yang terbukti membantu banyak bisnis:
1. Audit Biaya Secara Berkala
Jangan tunggu akhir tahun. Setiap 3 bulan, lakukan audit biaya operasional. Cek invoice, lihat pemborosan, dan bandingkan dengan performa divisi. Kadang, biaya bisa ditekan hanya dengan mengganti vendor atau sistem langganan.
Saya pernah bantu kantor kecil yang berlangganan 5 software edit video berbeda untuk 3 tim. Setelah rapat bareng, mereka beralih ke satu platform dengan paket enterprise—hemat hampir 4 juta per bulan!
2. Manfaatkan Teknologi Otomatisasi
Kamu bisa hemat banyak hanya dengan mengurangi pekerjaan manual. Misalnya:
-
Gunakan Google Form + Google Sheets + Zapier untuk rekap absensi otomatis
-
Pakai software inventory real-time biar stok nggak over
-
Gunakan AI chatbot untuk customer service dasar
3. Pola Hybrid atau Remote
Kalau memungkinkan, kurangi beban operasional dengan work-from-home sebagian waktu. Biaya listrik, ATK, bahkan makan siang bisa berkurang drastis.
Tentu tidak semua bisnis bisa. Tapi setidaknya sistem hybrid bisa dicoba bergiliran.
4. Libatkan Karyawan dalam Proses Efisiensi
Bikin forum ide efisiensi. Beri insentif kecil bagi ide yang diimplementasikan dan berhasil menghemat biaya. Selain membantu operasional, juga meningkatkan rasa kepemilikan karyawan terhadap perusahaan.
Contoh nyata? Seorang OB di kantor logistik menyarankan pembelian sabun dan tisu dalam kemasan besar untuk hemat. Terdengar sepele? Tapi itu menurunkan cost pantry bulanan sebesar 17%.
Alat Bantu dan Template Favorit untuk Mengelola Cost Operational
Sekarang mari kita bahas tools dan sistem bantu yang bisa bikin hidup kamu sebagai admin atau manajer jadi jauh lebih ringan. Ingat, kerja cerdas itu bukan kerja terbanyak—tapi kerja yang terstruktur.
✅ Google Sheets / Excel (Template Biaya Operasional)
Bikin template rekap mingguan dan bulanan dengan kolom:
-
Jenis biaya
-
Divisi pengaju
-
Tanggal transaksi
-
Bukti pembayaran/link invoice
-
Catatan pengajuan
Kalau mau lebih kece, tambahkan dashboard ringkasan bulanan lengkap dengan pie chart.
✅ Trello + Google Drive
Gunakan Trello untuk tracking proses reimbursement (dari pengajuan → verifikasi → pembayaran), dan tautkan ke bukti-bukti di Google Drive. Bisa real-time, mudah diakses banyak orang.
✅ Jurnal.id / Sleekr / Accurate
Software akuntansi lokal yang cukup terjangkau dan user-friendly. Bisa memantau pengeluaran, menyusun laporan operasional, bahkan integrasi ke sistem pajak.
✅ Notion
Buat admin kreatif dan Gen Z, Notion bisa jadi tool serbaguna. Gunakan sebagai panel laporan operasional lengkap dengan database, timeline pengeluaran proyek, dan link arsip dokumen.
Cost Operational di Era AI dan Ekonomi Gig—Apa yang Berubah?
Dalam 2–3 tahun terakhir, cara kita bekerja berubah drastis. Ekonomi digital tumbuh, kerja fleksibel jadi norma, dan AI mulai menggantikan tugas-tugas repetitif.
Apa artinya bagi cost operational?
1. Biaya Tetap Berpotensi Menurun
Banyak perusahaan mulai mengalihdayakan layanan (outsourcing atau freelance), sehingga tidak perlu menggaji tetap atau menyediakan fasilitas karyawan penuh. Ini bisa menurunkan beban cost tetap.
Tapi hati-hati, ini juga perlu disiasati agar kualitas tetap terjaga.
2. Investasi Awal Teknologi Diganti ROI Jangka Panjang
Membeli lisensi software mahal atau mengintegrasikan sistem ERP bisa terlihat boros di awal. Tapi kalau bisa menghemat waktu kerja tim hingga 20–30%, itu adalah investasi yang menguntungkan.
Contoh? CRM berbasis AI yang menggantikan 2 admin CS—biayanya 7 juta per bulan, tapi menghemat gaji dan menaikkan kepuasan pelanggan. Worth it? Sangat.
3. Data Jadi Aset Operasional
Semakin banyak perusahaan menyadari bahwa data operasional (pengeluaran, perilaku pelanggan, tren penjualan) bisa dianalisis untuk efisiensi. Tim admin kini tidak hanya meng-input data, tapi juga harus bisa membaca dan menyajikannya dengan insight yang berguna.
Artinya, admin masa kini adalah data handler dan information navigator.
Penutup: Saatnya Jadi Admin yang Mengerti Angka dan Strategi
Mengelola cost operational itu seperti menjaga kesehatan tubuh. Nggak bisa dibiarkan jalan sendiri, dan nggak boleh terlalu ketat sampai bikin tim kelaparan secara produktif.
Butuh keseimbangan: antara efisiensi dan kualitas. Antara hemat dan tetap suportif. Antara otomatisasi dan empati.
Dan kalau kamu bisa jadi sosok yang memahami bagaimana cara perusahaan bekerja lewat angka—selamat. Kamu bukan lagi sekadar admin atau operasional, kamu adalah pengarah kebijakan strategis.
Baca Juga Artikel dari: Layanan Teknologi Siswa: Solusi Cerdas untuk Kesehatan Digital
Baca Juga Konten dengan Artikel Terkait Tentang: Management