Bearish Market: Peluang Investasi saat Pasar Turun

Ingat betul saya waktu itu baru sekitar 1,5 tahun mulai belajar investasi. Portofolio saya masih kecil, tapi saya cukup bangga karena sempat cuan beberapa kali. Lalu datanglah satu momen bearish market yang bikin saya panik luar biasa—pasar saham mulai turun tajam.

Dalam waktu kurang dari 2 minggu, portofolio saya anjlok lebih dari 20%. Saya langsung jual hampir semua aset. Dan ternyata? Hanya beberapa bulan setelah itu, pasar rebound besar-besaran. Nilai saham yang saya jual justru naik lebih dari 50%.

Dari situ saya belajar satu hal penting: bearish market bukan akhir dari segalanya. Justru di sanalah peluang dimulai.

Apa Itu Bearish Market?

Apa Itu Bearish Market?

Bearish market adalah kondisi ketika harga-harga aset—baik saham, kripto, obligasi, maupun komoditas—turun lebih dari 20% dari puncaknya dan disertai dengan sentimen negatif yang luas. Pasar ini sering dikaitkan dengan rasa takut, pesimisme, bahkan panik massal.

Ciri-ciri utamanya antara lain:

  • Penurunan harga saham mayoritas

  • Volume transaksi tinggi tapi didominasi jual

  • Media dipenuhi berita negatif ekonomi

  • Investor ritel banyak cut loss financial

  • Indeks pasar seperti IHSG, Dow Jones, atau Nasdaq terus melemah

Tapi di balik ketakutan itu, justru terbuka peluang akumulasi bagi investor sabar.

Penyebab Pasar Bearish Market

Saat saya mulai belajar lebih dalam, saya sadar bahwa pasar tidak tiba-tiba turun begitu saja. Ada banyak faktor yang bisa menyebabkan fase bearish:

  1. Krisis Ekonomi atau Keuangan
    Misalnya krisis 2008, resesi global, atau pandemi.

  2. Kenaikan Suku Bunga
    Jika bank sentral seperti BI atau The Fed menaikkan suku bunga, biaya pinjaman naik, konsumsi dan investasi turun.

  3. Geopolitik dan Ketidakpastian Global
    Seperti perang, konflik perdagangan, atau embargo.

  4. Overvaluasi Aset
    Saat harga saham atau properti naik terlalu tinggi tanpa dukungan fundamental.

  5. Perubahan Regulasi
    Misalnya pajak baru terhadap sektor tertentu atau kebijakan yang merugikan bisnis.

Semua ini memicu ketakutan. Tapi di sinilah pentingnya kita paham penyebabnya, bukan sekadar reaktif.

Kesalahan Umum Investor saat Pasar Bearish

Saya juga melakukan beberapa kesalahan ini. Tapi saya bagikan di sini supaya kamu bisa menghindarinya:

  • Panik jual semua aset saat merah

  • Mengabaikan fundamental perusahaan

  • Mengikuti “bisikan teman” tanpa riset sendiri

  • Berpikir pendek (short term mindset)

  • Menunggu terlalu lama untuk kembali masuk karena takut rugi lagi

Padahal seharusnya justru sebaliknya: bearish market adalah waktunya berpikir jernih dan rasional.

Strategi Investasi di Tengah Bearish Market

Oke, kalau sudah tahu bahayanya, lalu bagaimana caranya memanfaatkan pasar bearish? Berikut strategi yang saya terapkan dan hasilnya cukup memuaskan:

1. Dollar-Cost Averaging (DCA)

Saya mulai rutin beli saham blue chip setiap bulan, terlepas dari kondisi pasar. Kadang harga turun, kadang naik. Tapi rata-ratanya bagus.

Dengan DCA, saya jadi tidak perlu menebak titik terendah pasar.

2. Fokus pada Fundamental

Alih-alih lihat grafik merah terus, saya buka laporan keuangan emiten yang saya pegang. Kalau performanya tetap baik, saya tambah kepemilikan.

Contohnya: saham perbankan besar yang tetap untung meski IHSG jeblok.

3. Diversifikasi

Saya mulai sebar aset ke instrumen lain: reksadana, obligasi ritel, bahkan emas digital. Saat saham jatuh, sebagian portofolio masih aman.

4. Jaga Cash dan Mental

Saya selalu sisihkan dana cash 20–30% untuk bisa membeli saat harga turun dalam. Dan saya belajar tetap tenang, bahkan kalau portofolio merah.

5. Belajar dari Sejarah

Saya baca banyak studi kasus. Ternyata setiap Bearish Market selalu diikuti bull market yang lebih tinggi. Itu memberikan saya keyakinan jangka panjang.

Untuk memahami lebih dalam tentang siklus pasar dan perilaku investor, kamu bisa baca insight dari Investopedia – Bear Market Explained, sumber terpercaya yang sering saya rujuk.

Sektor dan Saham yang Menarik Saat Pasar Turun

Waktu market turun, tidak semua sektor tertekan secara merata. Saya amati ada beberapa sektor yang:

  • Defensif: seperti kesehatan, consumer goods, dan utilitas

  • Undervalued: saham-saham yang selama ini overpriced jadi lebih terjangkau

  • Dividen besar: perusahaan yang tetap bagi dividen meski harga turun

Contoh nyata: saham farmasi atau makanan pokok tetap dibutuhkan, bahkan di tengah resesi.

Panduan Psikologis: Bagaimana Tetap Tenang Saat Portofolio Merah?

Ini bagian paling menantang. Saat saya buka aplikasi dan lihat -25%, saya panik. Tapi saya pelajari beberapa trik untuk menjaga mental:

  • Ingat tujuan awal investasi (bukan untuk cepat kaya)

  • Uninstall aplikasi trading sementara waktu

  • Tulis jurnal keuangan pribadi untuk refleksi

  • Baca buku-buku investasi value investing

  • Berkomunitas dengan investor berpengalaman

Saya juga pakai habit tracker dan meditasi singkat tiap pagi untuk menjaga stabilitas emosional.

Contoh Kasus: Market Crash dan Rebound

Salah satu pelajaran terbaik buat saya datang dari kejatuhan pasar 2020 (awal pandemi COVID-19). IHSG jatuh ke bawah 4.000, dan saya sudah hampir menyerah.

Tapi saya beli beberapa saham perbankan saat itu. Dan hanya dalam setahun, nilainya naik lebih dari 50–70%. Saya tidak serakah, tapi itu pelajaran yang tak terlupakan.

Market bisa jatuh, tapi selama kamu berinvestasi pada nilai, waktu akan bekerja untukmu.

Bearish Market Bukan Musuh, Tapi Siklus Alamiah

Dari semua itu, saya akhirnya paham bahwa:

“Pasar naik-turun itu normal. Yang luar biasa adalah kemampuan kita tetap rasional di tengah ketidakpastian.”

Bearish Market itu seperti musim hujan. Tidak nyaman, tapi membuat tanah subur untuk musim berikutnya. Kalau kamu tanam bibit di saat semua orang kabur, kamu akan panen saat orang lain baru mulai berani.

Hidup tenang di masa tua dengan: Mempersiapkan Dana Pensiun: Berapa yang Harus Ditabung?

Author

Scroll to Top