Behavioral Finance: Kenapa Otak Sering Salah Pilih Investasi

JAKARTA, opinca.sch.id – Pernah nggak sih, kamu lagi browsing saham atau reksa dana, udah pede banget mau beli… eh, tiba-tiba ragu cuma gara-gara baca komen random di forum? Atau, jangan-jangan kamu pernah FOMO invest karena scroll TikTok–ngikut doang karena takut ketinggalan? Jujur deh, aku sendiri sering banget ngalamin kayak gitu. Baru belakangan ngerti, ternyata ini berhubungan sama sesuatu yang keren—Behavioral Finance.

Mengenal Behavioral Finance: Psikologi di Balik Keputusan Keuangan

Behavioral Finance

Buat yang baru dengar istilahnya, Behavioral Finance adalah cabang ilmu yang menggabungkan psikologi manusia dengan ekonomi, terutama dalam keputusan financial. Intinya, nggak semua keputusan kita soal duit itu logis 100%. Nah, inilah alasan banyak orang masih salah langkah saat mengatur keuangan, walau sudah paham teori dasarnya.

Dulu aku mikir, asal punya perencanaan keuangan, semua bakal aman. Nyatanya, kadang tetap aja salah beli saham, over budgeting, atau impulsif gara-gara diskon. Jawabannya ada di bias-bias perilaku yang nyangkut di pikiran kita.

Pengalaman Pribadi & Kesalahan Paling Sering dalam Behavioral Finance

Aku pernah jadi korban overconfidence alias rasa percaya diri berlebihan. Baru baca 2–3 artikel saham, langsung pede beli tanpa riset. Tahu-tahu, sahamnya jeblok. Rugi besar, bukan karena market, tapi karena aku salah menilai kemampuan dan lebih percaya feeling daripada data.

Mungkin kamu juga pernah merasa: “Ah, pasti naik kok udah turun banget!” atau “Sayang kalau dijual rugi, tunggu aja balik modal.” Nah, itu namanya loss aversion, bias psikologis yang bikin kita tahan investasi rugi karena takut mengakui kesalahan. Padahal dalam financial management, kadang lebih baik cut loss daripada nunggu harapan kosong.

Bias Psikologis yang Sering Ditemui dalam Behavioral Finance

Beberapa bias dalam Behavioral Finance yang wajib kamu kenali antara lain:

  • Confirmation Bias: Cari info yang hanya mendukung opini kita.

  • Herd Mentality: Ikut-ikutan orang, misalnya FOMO saat Bitcoin naik.

  • Anchoring: Terjebak dengan patokan harga pertama.

  • Recency Bias: Mengutamakan info terbaru, padahal data lama juga penting.

Kesalahan-kesalahan ini bikin keputusan financial jadi tidak optimal. Parahnya, semua sering terjadi di bawah sadar.

Tips BehavioralFinance: Cara Supaya Tidak Terjebak Bias

Berdasarkan pengalaman, ini beberapa trik jitu:

  1. Riset dari dua sisi: Jangan cuma cari info yang mendukung opini sendiri.

  2. Punya mentor atau coach: Diskusi dengan orang yang lebih paham soal keuangan bikin pola pikir lebih terbuka.

  3. Jangan FOMO: Lebih baik untung konsisten daripada ikut arus sesaat.

  4. Pakai jurnal investasi: Catat alasan setiap beli/jual, biar tahu apakah keputusan berdasar data atau emosi.

  5. Self-check sebelum ambil keputusan: Tanya ke diri sendiri, “Ini berdasarkan data atau cuma perasaan?”

Data Menarik tentang Behavioral Finance

Riset dari Morningstar menunjukkan, rata-rata investor kehilangan sekitar 2% keuntungan per tahun gara-gara bias perilaku, bukan karena pasar. Bayangin kalau portofolio 100 juta, berarti potensi rugi 2 juta per tahun hanya karena keputusan emosional!

Makanya, banyak financial expert menyarankan jangan terlalu sering cek portofolio. Aku udah coba, dan memang bikin lebih tenang secara mental.

Insight Penting: Belajar dari Pengalaman BehavioralFinance

Aku dulu sering merasa gagal kalau investasi rugi. Padahal, dalam Behavioral Finance, pengalaman itu adalah pelatih terbaik. Rugi sekali, besoknya bisa lebih hati-hati. Yang penting adalah evaluasi, bukan menyalahkan diri sendiri.

Penerapan Behavioral Finance dalam Kehidupan Sehari-hari

Behavioral Finance bukan cuma buat investor besar, tapi relevan juga buat pengelolaan gaji bulanan. Contohnya:

  • Pasang lapis pengaman sebelum checkout belanja online.

  • Bikin tujuan financial yang realistis, supaya nggak gampang kebawa arus promo.

  • Jangan ragu konsultasi dengan financial advisor atau teman yang berpengalaman.

Penutup: BehavioralFinance Biar Duit Nggak Habis Gara-Gara Emosi

Belajar Behavioral Finance itu sama dengan belajar mengenal diri sendiri. Kita nggak selalu benar dalam urusan keuangan, tapi bisa memperbaiki pola pikir agar lebih bijak.

Jangan anggap pengalaman rugi sebagai trauma, tapi jadikan pelajaran untuk jadi investor atau pengelola keuangan yang lebih cerdas.

Baca juga konten dengan artikel terkait yang membahas tentang Financial

Baca juga artikel menarik lainnya mengenai : Kontrol Biaya Perjalanan Bisnis: Cara Gampang Hemat Budget

Author

Scroll to Top