Risiko Inflasi: Cara Mengatasinya dalam Keuangan Pribadi

Saya masih ingat banget waktu beli kopi susu langganan di dekat kantor. Dulu cuma Rp18.000. Terus naik jadi Rp22.000. Eh, bulan lalu, udah Rp27.000! Rasanya sih masih enak, tapi dompet saya nggak sepenuhnya setuju. Waktu itulah saya benar-benar sadar: inflasi itu nyata dan hidup bareng kita.

Sebagai orang yang suka mikir soal finansial (tapi juga suka jajan), saya mulai makin serius belajar tentang inflasi. Bukan cuma biar ngerti berita ekonomi, tapi juga supaya tahu gimana cara melindungi diri dari dampaknya. Soalnya kalau nggak dipahami dan diantisipasi, inflasi bisa pelan-pelan menggerogoti nilai uang dan tabungan kita.

Dan percaya deh, inflasi nggak cuma soal statistik rumit atau berita di TV. Ini soal kita, soal harga mie ayam langganan, soal cicilan rumah, dan soal masa depan.

Apa Itu Inflasi Sebenarnya?

Penyebab Inflasi, Jenis & Rata-rata Inflasi di Indonesia 2025 - Rankia: Komunitas Keuangan

Inflasi itu sesimpel ini: kenaikan dari harga barang dan jasa yang secara umum dan terus-menerus dalam jangka periode waktu tertentu. Artinya, uang Rp100.000 sekarang bisa beli lebih sedikit barang dibanding 5 tahun lalu.

Contoh paling gampang? Dulu uang Rp5.000 bisa dapat bensin 2 liter. Sekarang? Ya… kamu tahu sendiri lah. Hehe.

Inflasi biasanya diukur lewat Indeks Harga Konsumen (IHK). Di Indonesia, yang ngurus ini adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Kalau IHK naik, artinya harga-harga naik. Dan kalau naiknya terlalu cepat atau tidak terkendali, itu bisa bahaya banget buat ekonomi.

Inflasi dan Dampaknya ke Keuangan Pribadi

Nah, di sinilah masalahnya: inflasi itu diam-diam menghancurkan kekuatan beli kita.

Misalnya kamu punya tabungan Rp10 juta. Kalau inflasi 5% per tahun, artinya daya beli uang kamu berkurang jadi setara Rp9,5 juta dalam setahun, walaupun nominalnya tetap.

Kalau uangmu disimpan di bawah kasur (alias nggak tumbuh), makin lama nilainya makin anjlok. Kayak es krim ditaruh di bawah matahari. Lama-lama leleh.

Dan bukan cuma tabungan. Inflasi bisa bikin:

  • Biaya hidup naik: dari sembako, transportasi, sampai tagihan langganan Netflix.

  • Gaji serasa kurang: kalau kenaikan gaji kamu di bawah inflasi, ya sebenarnya kamu ‘turun gaji’.

  • Cicilan makin berat: terutama kalau ada bunga mengambang.

Saya pribadi pernah ngalamin ini waktu masih kerja freelance full-time. Gaji stagnan, tapi harga barang terus naik. Tiap bulan berasa ngos-ngosan ngatur budget.

Apa Penyebab Inflasi?

Setelah ngulik dari berbagai sumber, saya simpulkan ada beberapa penyebab utama inflasi:

  1. Permintaan naik tajam (Demand-pull inflation):
    Contohnya saat Lebaran, harga tiket bus atau pesawat meroket karena permintaan meledak.

  2. Kenaikan biaya produksi (Cost-push inflation):
    Kalau harga BBM naik, maka ongkos produksi dan distribusi naik. Ini berdampak ke harga barang.

  3. Kebijakan moneter:
    Kalau bank sentral cetak uang terlalu banyak, maka nilai uang bisa melemah.

  4. Faktor global:
    Harga minyak dunia naik, perang, atau gangguan rantai pasok bisa bikin inflasi melonjak secara internasional.

Sumber terpercaya seperti Bank Indonesia pun menjelaskan bahwa pengendalian inflasi jadi salah satu prioritas utama agar daya beli masyarakat tetap terjaga.

Pengalaman Pribadi Menghadapi Inflasi

Waktu pandemi COVID-19, saya ngalamin langsung gimana inflasi terasa banget. Barang-barang kebutuhan pokok naik. Masker mahal. Sembako harganya naik. Di sisi lain, penghasilan saya menurun drastis.

Saya panik. Tapi dari situ saya belajar banyak. Saya mulai bikin catatan pengeluaran, mulai nabung di tempat yang lebih optimal, dan belajar soal investasi yang bisa ngalahin inflasi. Pokoknya, saya nggak mau lagi jadi korban diam-diam.

Dan inilah beberapa cara yang saya terapkan sampai sekarang untuk melindungi keuangan pribadi dari inflasi.

Cara Mengatasi Risiko Inflasi dalam Keuangan Pribadi

1. Investasi, Bukan Cuma Menabung

Menabung itu penting, tapi harus disadari: tabungan di bank biasanya tidak mampu mengalahkan inflasi. Rata-rata bunga tabungan cuma sekitar 0,5–1% per tahun, sementara inflasi bisa 3–5% bahkan lebih.

Makanya saya mulai belajar investasi. Mulai dari yang risiko rendah seperti:

  • Reksa dana pasar uang

  • Obligasi pemerintah (SBR, ORI, Sukuk)

  • Deposito berjangka

Lalu berani naik level ke:

  • Reksa dana saham

  • Saham bluechip

  • ETF indeks

Saya mulai dari kecil, ratusan ribu sebulan. Tapi dengan konsistensi dan disiplin, hasilnya bisa lumayan banget.

2. Diversifikasi Aset

Jangan taruh semua telur di satu keranjang. Ini pepatah lama tapi masih sangat relevan. Saya sendiri punya portofolio yang dibagi ke:

  • Dana darurat (di tabungan dan e-wallet)

  • Investasi jangka pendek (di reksa dana pasar uang)

  • Investasi jangka panjang (saham dan emas)

  • Properti (saya ikut arisan rumah kecil-kecilan bareng teman)

Kalau inflasi naik dan satu instrumen melemah, yang lain bisa tetap stabil atau bahkan untung.

3. Cari Pendapatan Tambahan

Di tengah inflasi, gaji utama sering kali nggak cukup. Maka saya coba cari side hustle. Saya pernah:

  • Freelance desain grafis

  • Buka jasa edit video

  • Jualan online barang preloved

Sekarang saya juga bikin konten financial education sambil jadi kontributor di beberapa blog. Pendapatan tambahan ini penting banget buat jaga napas keuangan.

4. Hidup Lebih Sadar Finansial

Saya jadi lebih hemat. Bukan pelit, tapi sadar prioritas.

  • Bawa bekal ke kantor

  • Ngopi di rumah, bukan di kafe tiap hari

  • Langganan streaming bareng teman (family plan)

  • Beli barang pakai diskon, cashback, dan reward point

Setiap penghematan kecil itu bisa jadi tabungan atau dana investasi baru.

5. Gunakan Instrumen Anti-Inflasi

Beberapa produk investasi dirancang khusus untuk melindungi nilai uang dari inflasi. Misalnya:

  • Emas: Stabil saat krisis dan harga cenderung naik jangka panjang.

  • SBN Ritel (Obligasi Negara): Ada yang memberikan kupon mengambang mengikuti BI rate.

  • Properti: Nilainya cenderung naik seiring waktu, meski butuh modal besar.

Saya beli emas digital di aplikasi terpercaya. Setiap dapat uang lebih, saya sisihkan sedikit. Rasanya menyenangkan lihat saldo gram emas bertambah, walau perlahan.

Kesalahan yang Pernah Saya Lakukan

Tentu, saya nggak langsung jago soal inflasi dan investasi. Saya pernah:

  • Naruh semua dana di tabungan doang, tanpa investasi.

  • Tertipu investasi bodong yang katanya “anti-inflasi” tapi nggak jelas.

  • Belanja impulsif saat harga barang naik, karena takut “besok lebih mahal.”

Dari situ saya belajar: edukasi diri itu wajib. Baca buku, ikut webinar, tanya teman yang ngerti. Jangan sok tahu dan jangan FOMO.

Inflasi dan Gaya Hidup

Saya juga sadar, gaya hidup sangat berpengaruh. Dulu saya suka nongkrong mahal, belanja brand, dan beli gadget tiap ada model baru. Tapi semua itu mulai saya pikir ulang.

Saya sekarang lebih suka pengalaman ketimbang barang. Daripada beli sepatu Rp2 juta, saya lebih pilih traveling hemat yang ninggalin kenangan.

Apalagi di era digital, hidup minimalis dan efisien justru jadi gaya hidup yang keren.

Ajarkan Inflasi ke Keluarga

Inflasi bukan cuma urusan orang dewasa atau akuntan. Anak-anak juga perlu tahu. Saya sering ngobrol keponakan saya tentang kenapa jajan sekarang mahal. Saya bikin game kecil soal “harga zaman dulu vs sekarang.”

Edukasi ini penting banget, supaya generasi baru lebih sadar soal nilai uang dan perencanaan keuangan.

Peran Pemerintah dan Bank Sentral

Tentu saja, kita sebagai individu punya batas. Peran pemerintah dan bank sentral juga krusial dalam mengendalikan inflasi.

Bank Indonesia menggunakan kebijakan suku bunga untuk menjaga stabilitas. Kalau inflasi tinggi, suku bunga dinaikkan supaya konsumsi melambat. Kalau terlalu rendah, diturunkan agar ekonomi bergerak.

Pemerintah juga punya program subsidi, bantuan sosial, dan regulasi harga yang bertujuan meringankan beban masyarakat.

Tapi ingat, kita nggak bisa cuma mengandalkan mereka. Harus tetap proaktif mengatur keuangan pribadi.

Jangan asal beli saham, kamu harus paham dulu tentang: Valuasi Saham: Metode Menilai Harga Wajar Perusahaan

Author

Scroll to Top