JAKARTA, opinca.sch.id – Bener deh, kadang cerita soal uang itu kayak ngasih PR tebal di mata orang lain—malesin! Nah, makanya aku suka banget sama konsep Financial Storytelling. Gak cuma jadi cara ngedongeng soal keuangan, tapi juga bikin semua obrolan soal duit—entah itu investasi, budgeting, atau pengalaman ngatur cashflow—jadi mudah ‘masuk’. Percaya nggak, dengan storytelling, aku pernah presentasiin laporan keuangan ke teman-teman SMEs, dan yang biasanya pada ngantuk jadi pada ngakak (dan paham isinya!).
Apa Itu Financial Storytelling dan Kenapa Penting Banget?
Kalau ngomongin storytelling, pasti yang terbayang dongeng atau film. Tapi waktu aku kenal sama istilah Financial Storytelling, mind-blown parah. Jadi intinya, ini tuh seni bagaimana ‘ngemas’ data finansial jadi cerita yang bikin orang pengen denger, paham, bahkan terngiang-ngiang. Ini bukan tentang tipu-tipu, tapi gimana cara bikin angka dan laporan itu relate sama hidup nyata kita.
Dulu, aku sendiri sering ngerasa stres tiap disuruh presentasiin proposal keuangan ke tim. Reaksinya? Ada yang ketawa kecut, ada juga yang nodong “Lagi-lagi ngomong cash flow.” Hehe. Tapi, waktu aku mulai selipin cerita pribadi—kayak gimana aku pernah kejebak cicilan motor atau gagal nabung karena godaan diskon e-commerce—eh, tanggapannya beda. Mereka jadi lebih terbuka, bahkan sharing pengalaman mereka!
Kenapa Cerita Lebih Nempel?
Menurut Harvard Business Review, informasi yang dikemas lewat cerita itu 22 kali lebih mudah diingat dibanding data mentah aja. Aku sendiri sih percaya, karena setelah aku praktik, emang semuanya jadi lebih ‘klik’. Gak peduli seberat apapun materinya, asal relevan sama kehidupan sehari-hari, pasti orang jadi perhatiin.
Akhirnya aku sadar, orang lebih mudah paham risiko investasi atau kenapa harus punya dana darurat kalau dibawain lewat cerita, bukan grafik tanpa konteks. Rasa penasaran, khawatir, bahkan gagal move on dari pengalaman buruk—semua bisa jadi bahan cerita keuangan.
Anekdot Pribadi: Waktu Cerita Uangku Bikin Ngakak Sekantor
Pernah suatu saat, aku harus jelasin kenapa perusahaan kami ‘burn rate’-nya tinggi ke bos besar. Tegang? Jelas. Tapi aku mulai dengan cerita jadi-jadian: “Pernah nggak, ngerasa dompet kalian kayak punya lubang gaib tiap weekend?” Tuh kan, belum apa-apa bos udah senyum. Lalu aku sambung, “Nah, kayak gitu juga cash flow kita. Ada pemasukan oke, tapi tiba-tiba keluar lagi gak jelas. Belum apa-apa udah bocor.” Semua pun bisa relate. Akhirnya, aku tinggal masukin angka, bareng analogi gaya hidup anak kos yang duitnya numpang lewat. Hasilnya? Diskusinya cair, masalah keuangan jadi lebih gampang disolve.
Tips Financial Storytelling Biar Nggak ‘Garing’
- Mulai dengan pertanyaan ‘nakal’: kayak “Pernah ngutang ke teman tapi lupa bayar?” Ini nyenggol banget!
- Pake analogi sehari-hari: Bandingin cash flow perusahaan sama dompet di akhir bulan.
- Jujur sama kegagalan: cerita pas salah pilih investasi justru bikin bonding.
- Pancing respons: Jangan takut audience ketawa atau bahkan shock. Itu artinya mereka nyimak!
Kesalahan Fatal yang Sering Dilakuin (Aku Juga Pernah!)
Ngomongin kesalahan tuh wajib. Aku inget banget dulu terlalu fokus ke data. Nyodorin presentasi tebel full chart dan angka, berharap semua kagum. Padahal, pada ngantuk, gengs. Setelah aku ulik, ternyata:
- Terlalu teknis, lupa manusiawi: Angka itu penting, tapi kalau gak ada konteks, yaa lewat aja di kepala.
- Nggak tahu target audience: Cerita keuangan buat investor beda banget dibanding buat temen sendiri. Pernah aku ngasih analogi saham ke ibu-ibu arisan, eh pada nanya “Itu kayak MLM ya?” Waduh!
- Kepanjangan cerita tanpa inti: Baru bangun prolog, audiens udah scroll HP. Simpel, lucu, to the point lebih ngena.
Pentingnya Data Tapi Jangan Sampai Jadi Robot
Data itu wajib, tapi aku selalu pilih data yang bener-bener ‘ngenain’. Contoh: “70% milenial Indonesia gagal nabung karena FOMO, menurut survei Katadata.” Ucapkan dengan gaya cerita: “Tau nggak, 7 dari 10 temen kita itu uangnya habis sebelum gajian gara-gara FOMO ngopi kekinian.” Lebih hidup dan lebih gampang diingat.
Cara Belajar Financial Storytelling, Biar Jangan Salah Jalan
Jujur aja, aku sendiri belajar Financial Storytelling bukan dari buku tebal atau seminar mahal. Mulai dari ikut komunitas, nonton YouTube soal public speaking, sampai ngulik polanya dari content creator favorit. Beberapa langkah yang aku terapkan:
- Selalu awali dari masalah nyata: Cari insight dari pengalaman pribadi atau temen. Semakin relate, semakin lengket di kepala audiens.
- Gunakan alat bantu visual: Jangan malu pakai meme, chart lucu, atau ilustrasi simpel biar nggak ngebosenin.
- Latihan di komunitas: Sering ikutan forum atau pitching di kelas online. Feedback cepet banget masuknya!
- Refleksi cerita setelah presentasi: Tanya penonton, mana bagian favorit dan apa yang kurang ‘connect’. Biasanya aku dapet insight baru yang nggak kepikiran.
Insight Berharga: Storytelling itu Bukan Bakat, Tapi Skill!
Banyak yang bilang, “Ah, gue gak pinter ngomong, apalagi ngejual cerita soal keuangan.” Alias, mindset terlalu banyak orang mikir ini soal bakat lahir. Padahal, aku sendiri belajar seiring waktu. Makin sering coba, makin ketemu polanya. Kalau awalnya ngebosenin, lama-lama makin asik. Kuncinya cuma: sering latihan dan berani kelihatan ‘beda’.
Financial Storytelling Buat Branding Pribadi? Bisa Banget!
Setiap kali aku bikin konten edukasi keuangan atau sharing eksperimen budgeting, aku otomatis bangun personal branding. Orang-orang lebih inget aku bukan karena aku auditor, tapi karena tiap cerita keuangan selalu ada bumbu lucu, dramatis, kadang self-deprecating juga. Jadi lebih manusiawi… dan nggak bikin takut soal topik financial.
Contoh: aku pernah share thread Twitter soal blunder investasi reksa dana karena ngikutin FOMO. Eh, rame. Banyak yang relate. Akhirnya next aku share tips benerin error itu. Lama-lama, mereka follow bukan cuma buat edukasi, tapi mau jadi bagian dari perjalanan keuangan bareng aku.
Penerapan di Pekerjaan & Bisnis: Impact-nya Real!
Khusus yang kerja di dunia finansial, atau bahkan digital marketing, skill Financial Storytelling bisa ngubah cara tim liat laporan, nambah trust customer, dan ningkatin engagement. Aku pernah di satu tim startup, kami apply konsep storytelling buat report tahunan ke investor. Padahal biasanya serem banget tuh. Tapi waktu narasinya diganti dari sekadar revenue naik-turun ke cerita perjalanan, investasi, dan trial & error, tanggapannya luar biasa positif!
Kesimpulan: Storytelling Beneran Life Hack Buat Karier Finansial
Faktanya, skill Financial Storytelling makin dibutuhin di era sekarang. Orang gampang bosen, terlalu banyak data, info overload banget. Yang dicari ya cerita yang real, jujur, dan membekas. Jangan takut salah cerita—malah dari kesalahan itu kamu bisa belajar cara bikin narasi makin nyambung sama orang lain.
So, kalau lagi nyusun presentasi keuangan, bikin konten edukasi budgeting, atau pengen naik level personal branding di dunia finance, jangan lupa: masukin juga sedikit bumbu cerita. Dijamin, obrolan financial nggak akan lagi dibilang BORING!
Tips Praktis Financial Storytelling Buat Esok Hari
- Tulis pengalaman nyata soal keuangan (gagal, sukses, atau nyesek sekalian)
- Sisipkan kuis interaktif ringan saat sharing data
- Jangan ragu tampil beda—pakai meme, bahasa sehari-hari, atau insight dari pop culture
- Evaluasi dan minta feedback: storytelling itu makin bagus kalau dapet respons dua arah
Aku juga masih belajar, kok. Yuk, sharing juga cerita financial dan tips storytelling kamu di kolom komentar. Siapa tau, pengalamanmu bisa nularin semangat belajar keuangan yang asik ke lebih banyak orang!
Baca juga konten dengan artikel terkait tentang: Financial
Baca juga artikel lainnya: Manajemen Keuangan Global: Cara Menang Financial Game