Kegiatan Operational: Detak Jantung Bisnis yang Jarang Disorot

Jakarta, opinca.sch.id – Pagi hari bukan hanya soal secangkir kopi hangat dan obrolan ringan di pantry. Bagi tim operasional, pagi adalah waktu krusial: menyusun ulang rencana, menanggapi masalah yang muncul semalam, dan memastikan semua bergerak sesuai jalur.

Di sebuah gudang distribusi milik perusahaan retail nasional, seorang koordinator operasional bernama Aditya sudah bersiap sejak pukul 06.00. “Saya buka dashboard stok dulu, cek pergerakan logistik dari semalam, dan pastikan tidak ada delay,” ujarnya dengan logat khas Jawa Tengah.

Kegiatan operational seperti inilah yang menjadi fondasi. Tanpa sistem yang terkoordinasi, pengiriman barang bisa terlambat, pelanggan kecewa, dan reputasi perusahaan terguncang.

Apa saja yang termasuk kegiatan operasional pagi hari?

  • Monitoring laporan harian (penjualan, logistik, produksi).

  • Rapat koordinasi tim (harian atau shift).

  • Distribusi pekerjaan & target harian.

  • Cek stok barang secara real-time.

  • Pemeliharaan mesin atau sistem.

Namun jangan bayangkan semua ini berjalan mulus setiap hari. Adakalanya sistem error. Pernah suatu kali, sistem ERP drop di jam sibuk. Hasilnya? Pengiriman terlambat 4 jam dan seluruh gudang sempat panik. Dari situ, muncul SOP backup manual yang kini jadi prosedur wajib.

Operasional itu bukan hanya kerja teknis—tapi juga kerja responsif. Siapa cepat, dia selamat.

Di Balik Layar: Detail Kecil, Dampak Besar

Kegiatan Operational

Kegiatan operational bukan cuma soal yang besar-besar seperti logistik atau produksi. Kadang justru hal kecil yang bikin ‘berantakan’ kalau diabaikan.

Misalnya? Label barang yang salah cetak.

Kita bicara soal 1 digit SKU keliru. Kalau kamu pikir “alah, tinggal satu digit doang”, coba bayangkan ini terjadi di gudang dengan 12.000 item aktif. Efek domino-nya bisa bikin satu truk salah kirim.

Inilah kenapa tim operational yang solid selalu punya SOP detail—bahkan untuk hal remeh.

Hal lain yang jarang terlihat tapi penting:

  • Validasi dokumen barang masuk-keluar.

  • Pemeriksaan kualitas (QC) di titik tertentu.

  • Kalibrasi mesin produksi atau packing.

  • Re-routing pengiriman karena cuaca buruk.

Bahkan urusan tukar shift karyawan pun masuk agenda operasional.

Di perusahaan food and beverage, misalnya, jadwal shift yang kacau bisa bikin satu outlet kosong crew saat jam makan siang. Dampaknya? Penjualan anjlok dan rating review turun.

Kegiatan operational memang banyak yang repetitif, tapi di situlah tantangannya. Bagaimana tetap menjaga kualitas, kecepatan, dan presisi di tengah tekanan harian.

Dan, ya, kadang ada drama juga. Ada supervisor yang pernah harus ngejar truk ekspedisi pakai motor karena surat jalan tertinggal. Kocak, tapi juga bikin deg-degan.

Teknologi sebagai Tulang Punggung Baru

Zaman berubah. Operasional modern tidak bisa hanya mengandalkan spreadsheet manual atau radio HT.

Sekarang, teknologi menjadi bagian tak terpisahkan dari kegiatan operational.

Beberapa tools yang umum dipakai:

  • ERP (Enterprise Resource Planning): untuk integrasi stok, produksi, dan pengiriman.

  • WMS (Warehouse Management System): untuk pelacakan dan penempatan barang secara real-time.

  • SCM Software: memantau rantai pasok dari hulu ke hilir.

  • BI Dashboard: memberikan insight cepat dari data harian.

Di pabrik manufaktur modern, IoT bahkan digunakan untuk mendeteksi kerusakan mesin secara otomatis. Operator cukup cek notifikasi di tablet mereka.

Tapi teknologi juga datang dengan tantangan. Tim operasional harus belajar cepat. Ada yang awalnya gaptek, kini bisa tarik laporan di Power BI dan menganalisis efisiensi packing dalam hitungan menit.

Transformasi ini nggak bisa instan. Di satu perusahaan logistik, proses migrasi dari sistem manual ke digital memakan waktu 8 bulan. Selama itu, tim tetap jalan—hybrid antara catatan kertas dan digital. Gila sih. Tapi hasilnya? Akurasi naik 35%, downtime gudang turun 40%.

Intinya, operasional dan teknologi adalah pasangan masa depan. Tapi tetap butuh tangan manusia untuk kontrol, keputusan, dan improvisasi.

SDM dan Operasional: Perpaduan Manusia dan Mesin

Kegiatan Operational

Dalam segala otomatisasi, ujung-ujungnya tetap manusia yang menjalankan.

Tim operasional itu semacam “engine room” perusahaan. Mereka kerja di balik layar. Nggak banyak yang tahu wajah mereka, tapi semua akan merasakannya kalau mereka absen satu hari saja.

Contohnya: tim dispatch logistik. Mereka adalah penentu apakah kamu dapat barang belanjaan tepat waktu. Atau tim checker gudang. Kalau mereka salah scan barcode, maka seluruh sistem bisa rusak total.

Kegiatan operational juga menyangkut manajemen SDM: siapa kerja di mana, jam berapa, pakai tools apa, dan dilatih oleh siapa.

Di perusahaan FMCG besar, shift kerja dibuat dengan algoritma demand prediction. Tapi tetap, pengawasan tetap dilakukan supervisor berpengalaman. Soalnya, algoritma tidak bisa baca mood tim.

Ada juga aspek pelatihan. Training operasional itu rutin dan harus terukur. Mulai dari cara mengangkat barang agar tidak cedera, hingga bagaimana menyusun pallet agar tidak ambruk di jalan.

Dan jangan lupa: keselamatan kerja. Banyak kegiatan operasional yang high-risk—apalagi di sektor manufaktur dan logistik. Maka APD (alat pelindung diri), SOP tanggap darurat, dan budaya safety menjadi bagian penting dari rutinitas.

Satu cerita menarik datang dari seorang tim maintenance di sebuah pabrik elektronik. Ia bilang, “Kerja saya paling sering disebut ‘kerja kotor’, tapi tanpa saya, mesin satu line bisa stop 8 jam. Itu jutaan kerugiannya.”

Respect!

Masa Depan Operasional: Smart, Agile, dan Berkelanjutan

Apa yang akan terjadi dengan kegiatan operasional dalam 5–10 tahun ke depan?

Satu kata: transformasi.

Kegiatan operational akan makin terdigitalisasi, otomatis, dan berbasis data. Tapi bukan berarti manusia hilang. Justru peran manusia akan naik kelas—dari eksekutor ke pengambil keputusan berbasis data.

Tren yang muncul:

  • Lean Operations: menekan limbah proses, meningkatkan efisiensi.

  • Sustainability: gudang ramah lingkungan, kendaraan listrik, dan pengurangan emisi logistik.

  • Agile Ops: tim operasional yang bisa beradaptasi cepat terhadap permintaan pasar yang dinamis.

  • AI Assistance: chatbot untuk pemesanan bahan baku, predictive maintenance untuk mesin produksi.

Tantangannya adalah transisi. Tidak semua bisnis siap. Tapi yang adaptif akan bertahan dan unggul.

Peran ops leader akan makin strategis: bukan hanya memastikan barang sampai, tapi juga bagaimana prosesnya efisien, ramah lingkungan, dan mendukung pertumbuhan bisnis.

Dan yang paling penting, kegiatan operasional tidak lagi dianggap sebagai “pekerjaan kasar” atau “kerjaan bawah”. Tapi sebagai lini terdepan inovasi dan ketahanan bisnis.

Penutup: Kegiatan Operational Itu Serius, Tapi Bisa Juga Seru

Sebagai seorang pembawa berita yang sering keliling pabrik, gudang, dan kantor operasional, saya bisa bilang satu hal: kegiatan operational adalah jantung yang berdetak di balik wajah keren bisnis modern.

Tanpa mereka, tak ada barang yang sampai, tak ada sistem yang jalan, tak ada pelanggan yang puas.

Jadi, kalau kamu bertemu seseorang yang kerja di dunia operasional, kasih mereka apresiasi lebih. Karena mereka mungkin sedang memastikan bisnis tetap berjalan—meski di balik layar.

Dan buat kamu yang sedang atau ingin masuk ke dunia operasional, satu pesan sederhana:

Kerjamu mungkin tak selalu terlihat, tapi dampaknya bisa terasa ke seluruh penjuru bisnis.

Terus belajar. Adaptif. Dan bangga jadi bagian dari mesin besar yang disebut: operasional.

Baca Juga Artikel dari: Struktur Organisasi: Kunci Perusahaan Lebih Efisien

Baca Juga Konten  dengan Artikel Terkait Tentang: Management

Author

Scroll to Top